Senin, 13 Maret 2017

Si Angin Berhembus

Kemanapun angin berhembus ..
Menuntun langkahku, memahat takdir hidupku disini..
Secuil intro yang ada di lagu "Kemana Angin Berhembus" dari grup musik PADI. Intro itu mungkin pas jika melihat salah satu sosok yang sedang bertarung memperebutkan kursi DKI-1. Yes, Pak Anies Baswedan.

Sosok yang kerap disebut intelektual muda itu agaknya memiliki karakter yang seperti angin berhembus. Bergerak mengikuti arus, kerennya tanpa idealisme. Padahal idealisme dia ya itu, mengikuti dinamika yang berkembang.

Tentu masih terekam jelas dalam pikiran saat dia mengunjungi markas FPI dan menemui Rizieq Shihab. Dia dicerca lantaran tidak konsisten dengan ucapannya. Saat Pilpres 2014, dia mencerca Prabowo Subianto karena mendekati ulama garis keras itu.

Tapi kini dia berbalik memuji FPI dan Rizieq. Tentu itu berkaitan dengan kepentingannya yang ingin menjadi Gubernur DKI Jakarta 2017-2022.Tapi sikap angin berhembus itu bukan hal baru bagi Pak Anies.

Mundur sedikit ke belakang, saat keriuhan Pilpres 2014, Anies mendaftarkan diri sebagai calon presiden melalui jalur Konvensi Partai Demokrat. Saat itu dia dengan tegas menyebut dirinya tidak perlu 'blusukan' karena cuma pencitraan.

Ucapan itu tentu saja menyindir Joko Widodo, ketika itu Gubernur DKI Jakarta, yang memang mendunia dengan aksi blusukan tadi. Tapi angin berhembus ke arah Jokowi.

Pak Anies yang gagal menjadi capres Partai Demokrat berbalik mendukung Jokowi. Kebetulan Jokowi unggul di berbagai survei. Dia pun terang-terangan menyebut blusukan penting untuk menyerap aspirasi.

Kini, Pak Anies kembali menunjukkan sikap itu dengan menghadiri acara peringatan Supersemar, acara mengenang mantan Presiden Soeharto, berbalut acara dzikir  keagamaan. Bahkan usai acara dia duduk semeja dengan Rizieq dan Tommy Soeharto.

Padahal, awal tahun 1990, Pak Anies mulai dikenal di kalangan aktivis karena sikapnya vokal menentang pemerintah namun dengan cara yang lembut. Dia pun mulai mendapat tempat di masyarakat.

Tapi memang aksi Pak Anies salah? Tentu tidak! Dalam politik tidak ada teman abadi, yang ada cuma kepentingan abadi. Begitu pula Pak Anies.

Tapi bagi saya, aksi Pak Anies berada di luar batas pikiran normal manusia. Pak Anies bisa menggali kubangan berlumpur hari ini, dan tinggal di kubangan itu keesokan harinya. Tapi jujur saja, saya salut dengan sikap itu karena saya pasti tidak akan sanggup.

Dan jadi teringat kata Eep Saefulloh (CEO Pollmark dan konsultan politik Pak Anies): Pemimpin yang bisa bertahan dalam politik bukan pemimpin yang kuat, tapi pemimpin yang adaptif. Artinya, kalau mau mencari politikus sejati, lihatlah Pak Anies Baswedan.


Sekian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar