courtesy: setkab.go.id
Pemilihan presiden 2014 tinggal beberapa hari lagi. Menurut
saya, suhu politik kali ini luar biasa hiruk-pikuknya. Kampanye-kampanye yang
ada saat ini juga sudah tidak sehat lagi. Saling serang dan menjatuhkan,
kampanye hitam, ditambah para pendukungnya malah ikut saling menjelekan. Mungkin
mereka merasa pilihannya yang paling benar dan pilihan orang salah.
Tapi bebas sih, itu kan pilihan dia. Cuma sayang, banyak yang
Cuma mencatut tulisan dari media-media online. Itu juga yang diambil Cuma saklek
yang menjelek-jelekan calon lain. Setiap ada yang negatif dari pilihannya tidak
pernah dipublikasi ulang, tapi malah terkesan makin membabi buta cari kejelakan
lain dari calon yang tidak dia pilih.
Saya pribadi sih muak dengan cara itu, tapi lagi-lagi itu
pilihan. Setidaknya dia sudah menentukan pilihan buat tanggal 9 Juli 2014
nanti. Saya menduga cara itu dilakukan karena dia ingin meneguhkan hati bahwa
pilihannya sudah tepat. Dia itu siapa, ya hampir semua orang di media sosial
saya. Baik yang pilih nomor 1 atau nomor 2.
Tapi menurut saya,
harusnya kampanye itu dijadikan ajang untuk mengungkap keberhasilan,
keunggulan, keistimewaan, dan kehebatan seorang calon presiden. Para pendukungnya
juga idealnya bersikap seperti itu. Kalau begitu, atmosfer positifnya pasti
akan lebih terasa, daripada saling menjelek-jelekkan atau kampanye hitam. Yang ada
Cuma aura negatif yang sarat permusuhan.
Itu mungkin tercermin dari kata-kata orang bijak, bahwa
mencari keburukan orang lain memang lebih mudah daripada mencari kebaikan
sendiri. Tapi kalau saya melihat bahwa sampah tetangga lebih harum daripada
sampah orang lain. Hehehe.
Bisa juga mereka juga berdalih karena media massa. Cape deh
balik-balik lagi ke sana. Dalam tulisan #Pencermat saya pekan lalu sudah pernah
dibahas. Intinya tidak ada media yang netral. Adanya yang independen, yang
bebas menentukan nasib dan pilihannya sendiri. Tapi bukan berarti harus
meyiarkan kampanye hitam atau melulu kampanye negatif lewat ruang publik.
Saya sih logis saja, siapa pun yang menang, nasib Indonesia
tidak akan berubah-ubah amat. Bukan pesimis, tapi realistis. Sedangkan kalau
kampanye negatif atau kampanye hitam, yang ada pertemanan malah terancam. Tidak
ada keren-kerennya orang yang kampanye di media sosial yang Cuma buat tautan
dari media online.
Yang keren itu, dia baca dari berbagai sumber, lalu buat
opininya sendiri tentang calon presiden pilihannya. Itu baru jempol!! Kalau Cuma
pasang link berita, apalagi menjelek-jelekan calon lain, sori, kata Saykoji di
lagunya, “Lo ga punya apa-apa..lo Cuma bisa gaya, lo Cuma punya sampaahh..”
courtesy: beritapulauseribu
Intinya, sebelum 9 Juli 2014 nanti, masih banyak kesempatan
untuk mencari tahu segala sesuatu tentang capres pilihannya. Saya sendiri,
meski condong ke nomor 2, tetap masih berstatus swing voter alias pemilih
mengambang. Bisa saja detik-detik terakhir berubah, atau makin yakin dengan
kecenderungan saat ini.
Pilihan itu juga terpengaruh dari perkembangan akhir-akhir
ini. Masa ada purnawirawan pasukan elit militer yang akan ‘mencari orang-orang
yang berbicara sembarang’ tentang calon yang dia dukung. Buset deh, ini masih
kampanye bro, tapi situ udah mulai mengancam dan mengintimidasi. Bagaimana
kalau calonnya menang? Nafkah saya dari informasi, situ ancam saya makan
apa?hehehe.
Tapi purnawirawan itu ada benarnya, kita tidak boleh asal
bicara. Sekarang sudah era bebas berekspresi, tapi kebebasan itu harus
dipertanggungjawabkan. Jangan asal bicara dan tebar fitnah. Tapi pilihan saya
sementara juga ga lebih bagus sih. Masa ada berita yang mengaitkan partainya
dengan komunisme, langsung geruduk kantor media itu?
Pers ada aturan mainnya, kalau tidak setuju bisa protes ke Dewan
Pers atau KPI. Bukan mengerahkan massa seperti itu. Meskipun media yang
memberitakan juga blo’on sih menurut saya. Bikin berita tidak copver both side.
Saya sih tidak bicara soal netralitas media, karena tulisan #Pencermat saya
pekan lalu sudah ada. Intinya media tidak ada yang netral. Cuma ada yang
independen, bebas menentukan nasib dan pilihannya sendiri. Tapi dengan catatan,
tidak boleh menyebarkan fitnah dan kebencian di ruang publik.
Jadi ayo kita memilih. Tapi jadilah pemilih cerdas. Jangan asal
coblos atau ikut-ikutan. Secara tidak langsung, kita juga sedang belajar
berpolitik dengan pilihan itu. Mau golput juga silakan sih, itu pilihan. Karena
bagaimana pun pilihan kita juga menentukan arah bangsa ini. Salam Pemilu Damai!
Sekian