Jumat, 20 Mei 2011

Tenzing Norgay

Tenzing Norgay. Bukan nama tempat, produk, atau kelompok usaha. Tenzing Norgay adalah nama orang. Nama yang mungkin buat kebanyakan dari kita akan mengatakan nama yang aneh dan bertanya-tanya, "dari negara nama seperti itu berasal?"
 
Mungkin Kita pernah membaca atau mendengar namanya, mungkin juga belum. Tetapi bagaimana dengan nama Sir Edmund Hillary? Ya, kalau yang ini mungkin kita tidak terlalu asing dengan namanya. Sir Edmund Hillary adalah orang pertama di dunia yang berhasil mencapai puncak gunung tertinggi dunia, Puncak Gunung Everest. Tetapi tulisan ini bukan tentang Sir Edmund Hillary, tetapi Tenzing Norgay.

Tenzing Norgay seorang penduduk asli Nepal yang bertugas sebagai pemandu bagi para pendaki gunung yang berniat untuk mendaki gunung Everest. Tenzing Norgay menjadi pemandu (orang Nepal menyebutnya
Sherpa) bagi Sir Edmund Hillary. Pada tanggal 29 Mei 1953, pukul 11.30 waktu setempat, Tenzing Norgay bersama dengan Sir Edmund Hillary berhasil menaklukkan Puncak Gunung Tertinggi Everest pada ketinggian 29,028 kaki diatas permukaan laut dan menjadi orang pertama di dunia yang kemudian menjadi inspirasi dan penyemangat bagi ratusan pendaki berikutnya untuk mengikuti prestasi mereka. Pada rentang waktu tahun 1920 sampai dengan tahun 1952, tujuh tim ekspedisi yang berusaha menaklukkan Everest mengalami kegagalan.

Keberhasilan Sir Edmund Hillary pada saat itu sangat fenomenal mengingat baru berakhirnya Perang Dunia II dan menjadi semacam inspirator untuk mengembalikan kepercayaan diri bagi seluruh bangsa
di dunia. Karena keberhasilannya, Sir Edmund Hillary mendapatkan gelar kebangsawanan dari Ratu Inggris yang baru saja dilantik saat itu, Ratu Elizabeth II, dan menjadi orang yang paling dikenal di seluruh dunia.

Tetapi dibalik keberhasilan itu Tenzing Norgay memiliki peran yang sangat besar, mengapa Tenzing Norgay tidak menjadi terkenal dan mendapatkan semua yang didapatkan oleh Sir Edmund Hillary padahal
ia adalah sang pemandu yang membantu dan mengantarkannya mencapai Puncuk Mount Everest? Seharusnya bisa saja dialah orang pertama yang menginjakkan kaki di puncak Mount Everest bukan Sir Edmund Hillary.

Sesaat setelah Sir Edmund Hillary bersama Tenzing Norgay kembali dari puncak Mount Everest, hampir semua reporter dunia berebut mewawancarai Sir Edmund Hillary, dan hanya ada satu reporter yang mewawancarai Tenzing Norgay, berikut cuplikannya :

Reporter : Bagaimana perasaan Anda dengan keberhasilan menaklukkan puncak gunung tertinggi di dunia?

Tenzing Norgay : Sangat senang sekali

Reporter : Anda kan seorang Sherpa (pemandu) bagi Edmund Hillary, tentunya posisi Anda berada di depan dia, bukankah seharusnya Anda yang menjadi orang pertama yang menjejakkan kaki di puncak Mount Everest?

Tenzing Norgay : Ya, benar sekali, pada saat tinggal satu langkah mencapai puncak, saya persilakan dia (Edmund Hillary) untuk menjejakkan kakinya dan menjadi orang pertama di dunia yang berhasil menaklukkan Puncak Gunung Tertinggi di dunia.

Reporter : Mengapa Anda lakukan itu?

Tenzing Norgay : Karena itulah IMPIAN Edmund Hillary, bukan impian saya. Impian saya hanyalah berhasil membantu dan mengantarkan dia meraih IMPIANnya.


Itulah kisah tentang seorang pemandu pendaki bernama Tenzing Norgay. Ia tidak menjadi serakah, ataupun iri dengan keberhasilan, nama besar dan semua penghargaan yang diperoleh Sir Edmund Hillary. Ia cukup bangga dapat membantu orang lain mencapai & mewujudkan IMPIANnya.

Jika melihat realitas kehidupan sehari-hari saat ini, agaknya sulit mencari atau melihat orang seperti Tenzing Norgay. Bukan mengkultuskan Si Sherpa, namun tuntutan lingkunganlah yang memprogram generasi sekarang untuk terbiasa fokus kepada pribadi masing-masing, orang lain seperti apa masalah nanti.

Untuk menjadi seperti Si Sherpa itu, dalam konteks membantu orang lain mewujudkan kesuksesannya, meskipun tidak mudah-mudah amat, nyatanya juga tidak sulit-sulit amat. Yang terpenting adalah bagaimana kita memutuskan, MAU atau TIDAK, membantu orang lain meraih kesuksesannya, melihat orang lain menikmati kesuksesannya, dan mengetahui orang yang kita bantu menjadi orang sukses yang mungkin jauh lebih sukses daripada kita sendiri.

Tenzing Norgay (kanan) bersama Sir Edmund Hillary.

Kamis, 19 Mei 2011

Wanita dan 2 Pria Berkulit Hitam

Atlantic City,  AS - Seorang wanita memenangkan sekeranjang koin dari mesin judi. Kemudian ia bermaksud makan malam bersama suaminya. Namun, sebelum itu ia hendak menurunkan sekeranjang koin tersebut di kamarnya. Maka ia pun menuju lift.

Waktu ia masuk lift sudah ada 2 orang hitam di dalamnya. Salah satunya sangat besar . . . Besaaaarrrr sekali. Wanita itu terpana. Ia berpikir, "Dua orang ini akan merampokku." Tapi pikirnya lagi, "Jangan menuduh, mereka sepertinya baik dan ramah."

Tapi rasa rasialnya lebih besar sehingga ketakutan mulai menjalarinya. Ia berdiri sambil memelototi kedua orang tersebut. Dia sangat ketakutan dan malu. Ia berharap keduanya tidak dapat membaca pikirannya, tapi Tuhan, mereka harus tahu yang saya pikirkan!

Untuk menghindari kontak mata, ia berbalik menghadap pintu lift yang mulai tertutup. Sedetik . . . dua detik . . . dan seterusnya. Ketakutannya bertambah! Lift tidak bergerak! Ia makin panik! Ya Tuhan, saya terperangkap dan mereka akan merampok saya. Jantungnya berdebar, keringat dingin mulai bercucuran.

Lalu, salah satu dari mereka berkata, "Hit the floor" (Tekan Lantainya). Saking paniknya, wanita itu tiarap di lantai lift dan membuat koin berhamburan dari keranjangnya. Dia berdoa, ambillah uang saya dan biarkanlah saya hidup.

Beberapa detik berlalu. Kemudian dia mendengar salah seorang berkata dengan sopan, "Bu, kalau Anda mau mengatakan lantai berapa yang Anda tuju, kami akan menekan tombolnya." Pria tersebut agak sulit untuk mengucapkan kata-katanya karena menahan diri untuk tertawa.

Wanita itu mengangkat kepalanya dan melihat kedua orang tersebut. Merekapun menolong wanita tersebut berdiri. "Tadi saya menyuruh teman saya untuk menekan tombol lift dan bukannya menyuruh Anda untuk tiarap di lantai lift," kata seorang yang bertubuh sedang.

Ia merapatkan bibirnya berusaha untuk tidak tertawa. Wanita itu berpikir , "Ya Tuhan, betapa malunya saya. Bagaimana saya harus meminta maaf kepada mereka karena saya menyangka mereka akan merampokku." Mereka bertiga mengumpulkan kembali koin-koin itu ke dalam keranjangnya.

Ketika lift tiba di lantai yang dituju wanita itu, mereka berniat untuk mengantar wanita itu ke kamarnya karena mereka khawatir wanita itu tidak kuat berjalan di sepanjang koridor. Sesampainya di depan pintu kamar, kedua pria itu mengucapkan selamat malam, dan wanita itu mendengar kedua pria itu tertawa sepuas-puasnya sepanjang jalan kembali ke lift.

Wanita itu kemudian berdandan dan menemui suaminya untuk makan malam.

Esok paginya bunga mawar dikirim ke kamar wanita itu, dan di setiap kuntum bunga mawar tersebut terdapat lipatan uang sepuluh dolar.

Pada kartunya tertulis: "Terima kasih atas tawa terbaik yang pernah kita lakukan selama ini."






Tertanda:




    < Eddie Murphy

                                                            Michael Jordan >












*dari berbagai sumber

Senin, 09 Mei 2011

Vietnam, Facebook dan Tambang

Oleh Siti Maimunah
 
Sejak kedatangan di Hanoi – ibukota Vietnam,  saya tak bisa mengakses facebook. Rupanya sudah beberapa bulan lalu, facebook dilarang di Vietnam. Salah satu penyebabnya ternyata adalah tambang.
 
Meredanya perang bersenjata dan komunis mulai membuka diri di Vietnam pada era 1990-an, banyak perubahan terjadi. Salah satunya  informasi. Website dan blog mulai menemukan penggemar di sana. Apalagi sejak orang-orang bisa mengkases blog dari Google, mereka menyebutnya blog 360. Blog menjadi media populer untuk mengungkapkan rasa, tentang apapun, peristiwa keseharian, omelan antar teman hingga ketidakpuasan pada pemerintah. Ini mulai membuat pemerintah Republik Sosialis Vietnam gerah. Entah bagaimana prosesnya, yang jelas Google kemudian menutup fasilitas blog gratis itu. Saat itu, facebook belum banyak dilirik orang.  Tapi sejak blog  360 kemudian ditutup, facebook pun membumi.
 
Pemakai facebook tentu banyak orang-orang kota, terutama Hanoi, Ho Chi Minh dan Saigon - tiga kota terbesar di Vietnam. Seperti Jakarta, Hanoi sesak dengan manusia, motor dan polusi. Lalu lintas memang lebih padat di Jakarta, tapi lalu lalang kendaraan lebih semrawut di sini. Lampu merah kerap tak ditemui di perempatan jalan.
 
Orang-orang terpelajar banyak tinggal di Hanoi dan kota-kota besar lainnya di Vietnam. Dan biasanya tumpahan kegelisahan dimulai di sini, dari gumaman dan ketidakpuasan mereka. Setidaknya, itu yang terjadi saat sebuah tambang bouksit skala raksasa akan dibuka.
 
Oktober tahun lalu, sebuah ajakan untuk menghentikan tambang bouksit di kawasan pegunungan tengah Vietnam menyeruak lewat website dan facebook. Ini bukan seruan dunia maya yang pertama sejak pemerintah Vietnam mengumumkan akan membuka tambang bouksitnya.
 
Ternyata Vietnam tak hanya membuka diri untuk informasi, mereka juga membuka lebar lebar masuknya investasi, khususnya tambang. Awal 2008, pemerintah Vietnam mengumumkan rencana mengekstrak bijih bouksit di kawasan dataran tinggi  bagian tengah Vietnam, rumah bagi 30 etnis minoritas Vietnam dan pusat keragaman hayati  yang sensitif. Kawasan ini berada pada bagian atas dataran rendah Mekong yang padat populasinya. Kelompok pemerhati lingkungan mengkhawatirkan Tambang akan berdampak pada ratusan ribu warga sekitar.
 
Aluminium Corporation of China (Chinalco) menawarkan proyek patungan untuk membongkar cadangan bouksit di propinsi Lam Dong dan Dak Nong. Proyek ini menuai kontoversi, khususnya karena kawasan itu telah ditetapkan menjadi kawasan budaya warisan dunia (world heritage) oleh UNESCO. Menurut mereka kawasan ini harus dilindungi. Apalagi Vietnam juga salah satu penandatangan Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat dan Konvensi Hak Anak. Harusnya mereka memiliki komitmen moral dan tanggung jawab hukum untuk melindungi dan melestarikan kawasan dataran tinggi tengah itu.
 
Para akademisi juga gerah. Mereka mengingatkan manfaat dan ongkos ekonomi proyek yang membutuhkan listrik lumayan besar, sementara pasokan listrik dalam negeri saja tak mencukupi. Rencana pembangunan jalur  kereta api sepanjang 250 kilometer dan pelabuhan khusus untuk kebutuhan proyek juga ikut disoroti. Apalagi, alumina yang diproduksi akan dijual murah, kepada pembeli tunggal - China. Tak cuma itu, kekhawatiran mereka terhadap dominasi pekerja dari China juga menyeruak, mengingat saat ini sudah ada  ratusan pekerja China yang sekarang bekerja di sana. Mereka menganggap itu ancaman bagi keamanan Negara.
 
Meskipun hal terakhir itu dibantah pemeritah, kekhawatiran terhadap ancaman keamanan karena kehadiran China juga disuarakan para pensiunan militer yang dulunya tokoh-tokoh penting Vietnam.  Diantaranya jenderal Nguyen Vo Giap – mantan Menteri Keamanan. Nguyen orang penting, ia mantan pimpinan tertinggi perang  Indochina (1946–1954) dan perang (1960–1975). Suara-suara oposisi seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya.
 
Selama beberapa bulan kemudian, artikel-artikel kritis di koran progresif  terus muncul, bahkan menguat  lewat blog. Mau tak mau pemerintah harus menanggapi suara-suara vokal itu. Lantas mereka menggelar sebuah konferensi mendiskusikan masalah tersebut. Mereka ingin menunjukkan itikat baik, kemauan mendengar para pengkritik. Tapi tentu bukan untuk mengindahkan saran mereka. Cukup mendengarkan. Partai Komunis yang berkuasa menyatakan proyek akan diwajibkan membuat Analisis mengenai dampak lingkungan – yang belakangan hasilnya tak pernah diumumkan kepada publik.
 
Ujungnya, Perdana Menteri Nguyen Tan Dung mengumumkan kelanjutan proyek di dua lokasi, Lam Dong dan Dak Nong.
 
Sekelompok akademisi terkemuka lantas meluncurkan kampanye petisi online pada 12 April 2009, beberapa hari setelah konferensi diselenggarakan. Ini petisi pertama. Isinya, seruan kepada para pemimpin Vietnam menghentikan rencana penambangan. Tak lama, 2746 tanda tangan dukungan mereka dapat. Ajakan ini juga terkirim ke lembaga-lembaga negara, para pensiunan dan pejabat militer, juga aktivis politik dan profesional Vietnam di luar negeri. Bahkan sebuah doa bersama digelar para pendeta yang dihadiri ribuan umat di depan gereja Tai Ha di pusat kota Hanoi, mendukung penolakan tersebut.
 
Tak sampai delapan bulan, seruan itu menarik hampir 20 juta pengunjung website  – pertama kali terjadi di Vietnam. Ini memicu kegeraman rejim Komunis yang berkuasa. Asia Times online memberitakan, sang webmaster  pengelola website ditahan dan dipaksa menyerahkan password.  Juga serangkaian tindakan yang membuat website tersebut akhirnya ditutup.
 
Meskipun masih dalam serangan hacker tak dikenal, website kembali aktif awal tahun lalu. Tapi dua tahun terakhir, polisi rutin menginterogasi para penggagas kampanye dan menahan beberapa penandatangan petisi. Tapi suara penolakan justru menguat, terutama saat sebuah peristiwa luar biasa terjadi di belahan dunia lain, di Hungaria – 8 ribu kilometer lebih dari Hanoi.
 
Saat itu - 4 Oktober 2010,  dunia dihebohkan oleh 697 juta liter lumpur  merah tailing jebol dari  penampung tailing milik perusahaan Magyar Alumínium ZRt (MAL  - Hungarian Aluminum Co) di Hungaria. Lumpur merah limbah pengolahan bouksit menjadi alumina ini menghantam kawasan dibawahnya dan membanjiri pemukiman Kolontár, Devecser dan Somlóvásárhely seluas  sekitar 800 ha. Sedikitnya 8 orang meninggal, dan  120 lainnya luka-luka. Perdana Menteri Hungaria, Viktor Orban menyebut ini bencana ekologi terbesar di negaranya.
 
Lumpur merah ini akhirnya mengalir memasuki sungai Danube, sungai terbesar kedua di Eropa.  Pada 5 Oktober 2010, Greenpeace mengambil sample dan menganalisi kandungan lumpur merah ini. Hasilnya dilaporkan tak sampai seminggu kemudian.  Lumpur itu mengandung  berbagai jenis logam berat  berbahaya, mulai 110 mg/ kg  Arsenic, 1.3 mg/kg  Mercury, 660 mg/kg Chromium, 40 mg/kg Antimony, 270 mg/kg Nickel, and 7 mg/kg Cadmium.

Jebolnya penampung tailing ini membangunkan penolakan tambang Bouksit di Vietnam. Kali ini  tak hanya lewat website tapi juga facebook, judulnya “Stop Another Hungary Environmental Catastrophe in the Central Highlands of Vietnam petition to Vietnam’s National Assembly”.  Petisi ini mendapat dukungan luas, lebih dari sebelumnya. Dukungan bahkan mengalir dari anggota Majelis Nasional, Nguyen Thi Binh -  mantan wakil presiden dan negosiator Kesepakatan Paris 1973, Dang Hung Vo – mantan deputi menteri sumber daya alam dan lingkungan, bahkan Nguyen Minh Triet – adik presiden juga memberikan dukungan. Meluasnya dukungan dari para mantan militer saat itu juga dipicu kejengkelan mereka terhadap penangkapan kapal-kapal nelayan Vietnam oleh militer China diperbatasan perairan, laut China selatan.
 
Tapi pemerintah tak mau berhenti.  Surat Kabar milik Negara memuat pernyataan pemerintah lewat Deputi Menteri Perdagangan dan Industri, Le Duong Quang – yang juga pimpinan Vietnam National Coal-Mineral Industries Group, mitra Chinalco yang akan mengelola tambang Bouksit. Ia menyatakan para pendukung petisi itu salah,  proyek tambang tersebut aman.  Dan penangkapan-penangkapan para aktivis juga terus berlanjut. Salah satu yang kontroversial adalah penangkapan Vu.

Cu Huy Ha Vu, 53 th, bukan orang biasa. Ia aktivis HAM, sarjana hukum lulusan  Universitas Sorbonne Paris. Ayahnya, Cu Huy Bisa adalah rekan dan mantan anggota kabinet Ho Chi Minh. Ibunya, Ngo Thi Xuan Nhu juga mantan perawat pribadi Ho Chi Minh. Vu adalah keponakan Xuan Dieu, penyair paling terkenal di negeri itu. Pada 2009, Vu mengajukan perdana Menteri Vietnam ke pengadilan Rakyat Hanoi dengan tuduhan menyetujui rencana penambangan bouksit di Dataran Tinggi Tengah yang akan menyebabkan kerusakan lingkungan, mengancam keamanan nasional dan warisan budaya. Gugatan ditolak empat hari setelah diajukan.
 
Vu ditangkap Nopember tahun lalu. Human Rights Watch menyebut kasus Vu sebagai salah satu kasus pembangkang politik paling penting dalam sejarah Republik Sosialis Vietnam. Awal April 2011, Pengadilan Rakyat Hanoi menjatuhkan hukuman 7 tahun penjara, disusul 3 tahun tanahan rumah. Ia dituduh menyebarkan artikel dan wawancara dengan media asing yang mengkritik negara antara 2009 dan 2010. Ia dihukum karena  menyebarkan propaganda melawan Negara, yang membahayakan dan mencederai kepentingan Negara dan rakyat.

Sidang Vu menuai reaksi publik Vietnam dan internasional. Departemen Luar Negeri AS mengatakan kasus  Vu melanggar Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, dan secara serius mempertanyakan komitmen Vietnam menegakkan hukum dan reformasi. Departemen Luar Negeri Vietnam (MOFA), menolak tuduhan itu dan menyebutnya sebagai “intervensi terhadap urusan dalam negeri  Vietnam."  Saat putusan pengadilan Vu berlangsung, 4 April lalu, Asia News.it memberitakan polisi menangkap  29 orang yang akan menghadiri sidang  itu.
 
Ngototnya  Perdana Menteri Nguyen Tan Dung meneruskan tambang bouksit ini mengundang pertanyaan banyak pihak. Sebuah laporan beredar di blog tahun lalu, menyebutkan ia dicurigai telah menerima 150 juta dolar untuk mendukung proyek ini. Tan Dung tak pernah memberikan klarifikasi tentang berita itu.
 
Bersama gencarnya dukungan penolakan, pemerintah Vietnam memutuskan menutup facebook di sana.
 
Hanoi, 26 April 2011
 
*Siti Maimunah adalah anggota Bada Pengurus JATAM, Tim Kerja Perempuan & Tambang (TKPT), juga aktif di Forum Masyarakat Sipil Untuk Keadilan Iklim (CSF).